Sebuah Goresan Kesederhanaan

Catatan dari seseorang yang tidak mengerti goresan.

Perjalanan Menabjubkan

Melangkah Bersama Mencapai Suatu Tujuan.

Pasti Ada Jalan

Percayalah Jika Jalan Keluar itu Ada.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 15 Februari 2012

PKF 1-1 Entalpi Pelarutan


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Wujud suatu zat dapat digolongkan menjadi padat, cair, dan gas. Ketiga wujud zat tersebut dapat diubah dengan memberikan panas atau dengan menyerap panas yang ada. Zat padat dapat diubah menjadi wujud cair dengan cara memberikan panas hingga mencapai titik lelehnya. Namun ketika suatu zat memiliki titik leleh yang tinggi maka ketika suhu diturunkan zat tersebut akan kembali menjadi padat. Selain itu, pelarutan juga dapat digunakan untuk mengubah zat padat menjadi berwujud cairan. Akuades merupakan pelarut yang paling umum digunakan unutk senyawa-senyawa polar.
Proses pelarutan tidak selalu bisa melarutkan suatu zat secara keseluruhan. Terkadang proses pelarutan menyisakan kristal-kristal yang mengendap di bagian bawah wadah. Kristal yang mengendap tersebut merupakan kristal yang belum larut. Umumnya proses pelarutan suatu zat dibantu dengan memberikan panas atau meningkatkan temperatur dari pelarut. Panas yang diberikan atau panas yang dilepaskan dari suatu pelarutan zat dapat diukur menggunakan perubahan temperatur dan kemudian dapat dihitung perubahan entalpi pelarutan dari zat tersebut.
Percobaan entalpi pelarutan ini akan memberikan gambaran mengenai pengaruh temperatur terhadap proses pelarutan suatu zat. Selain itu, gambaran tersebut diharapkan menambah pemahaman tentang pelarutan zat serta meningkatkan ketrampilan dalam melakukan percobaan mengenai entalpi pelarutan.
1.2. Tujuan
ü  Menentukan pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat dan panas kelarutannya.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Material Safety Data Sheets (MSDS)
2.1.1. Asam Oksalat
Asam oksalat merupakan senyawa turunan dari asam karboksilat. Senyawa kimia ini memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Asam etanadioat ini merupakan asam organik yang relatif kuat dan bila dibandingkan dengan asam asetat maka 10.000 kali lebih kuat. Dianionnya dikenal sebagai oksalat, dan merupakan pereduktor yang baik. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, misalnya adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan. Selain itu, asam oksalat juga mempunyai titik didih berkisar antara 101-102oC dengan wujud padatan berwarna kristal putih. Massa molar untuk asam oksalat anhidrat (C2H2O4) adalah 90,03 gram/mol dan untuk asam oksalat dihidrat (C2H2O4.2H2O) adalah 126,07 gram/mol. Besarnya konstanta disosiasi (K1 = 6,24.10­­­­-2 dan K2 = 6,1.10-5). Dengan keadaan yang demikian dapat dikatakan asam oksalat lebih kuat daripada senyawa homolognya dengan rantai atom karbon lebih panjang. Namun demikian dalam medium asam kuat (pH <2) proporsi asam oksalat yang terionisasi menurun.Massa jenis pada keadaan anhidrat adalah 1,90 gram/cm3 sedangkan pada keadaan dihidrat adalah 1,653 gram/cm3. Kepadatan dalam air dengan suhu 15oC adalah 9,5 gram/100 mL, 14,30 gram/100 mL pada suhu 25oC, dan 120 gram/100 mL pada suhu 100oC. Asam oksalat mempunyai toksisitas menengah bila terhirup ataupun tertelan. Asam ini juga bersifat korosif dan dapat menyebabkan luka bakar jika terkena kulit. Jika terkena mata, segeralah dibilas dengan air bersih selama kurang lebih 15 menit. Ketika terhirup maka diusahakan agar menghirup udara yang segar dan beri bantuan pernafassan jika membutuhkan. Jika terkena kulit maka segera bilas kulit dengan air hingga bersih. Jika tertelan maka diberikan susu atau air putih 1-2 gelas kemudian diberikan obat antacid dan segera hubungi petugas medis. Penyimpanan dari asam oksalat sebaiknya dikumpulkan bersama asam-asam yang lain, di tempatkan di daerah yang sejuk, tertutup, dan kering. Asam ini diusahakan jauh dari logam-logam (Anonim, 2011).
2.1.2. Natrium Hidroksida
Natium hidroksida (NaOH) yang biasa disebut dengan soda api atau soda kaustik merupakan basa kuat. Natrium hidroksida akan membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan dalam air. Dalam bidang industri senyawa ini digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu, kertas, tekstil, air minum, sabun, maupun deterjen. NaOH mempunyai massa molar 39,99 gram/mol dan berwujud kristal putih padat. Kristal NaOH bersifat mudah menyerap air atau uap air dalam keadaan terbuka (higroskopis). Massa jenis NaOH adalah 2,1 gram/cm3 pada wujud padat. Titik leleh dan titik didih dari natrium hidroksida berturut-turut adalah 318oC dan 1390oC. NaOH sangat larut dalam air hingga 111 gram/100 mL air pada suhu 20oC. Tingkat kebasaan (pKb) dari senyawa ini adalah -2,43. Natrium hidroksida tersedia dalam bentuk pellet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50 %. Senyawa ini bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Senyawa ini sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, dan senyawa ini juga larut dalam etanol dan methanol. Senyawa ini dapat menyebabkan luka bakar pada mata yang memu ngkinkan menimbulkan kebutaan atau menyebabkan kornea mata rusak. NaOH juga bisa menyebabkan luka bakar pada kulit. Ketika tertelan senyawa ini dapat menyebabkan gangguan perncernaan. Natrium hidroksida juga menyebabkan iritasi saluran pernapasan, susah bernafas, dan memungkinkan terjadinya koma. Jika terkena kulit secara terus menerus dan jangka waktu lama dapat menyebabkan dermatitis. Pertolongan yang seharusnya diberikan adalah segera membilas mata dan kulit dengan air bersih selama kurang lebih 15 menit. Jika terkena pakaian segera dilepas dan diganti dengan pakaian yang bersih. Jika tertelan berikan segelas air namun jangan berikan makanan lewat mulut sebelum ada perintah dari petugas medis. Jika terhirup, korban dibawa ke udara terbuka dan jika tidak bernafas maka diberikan oksigen untuk membantunya. Penyimpanannya seharusnya diletakkan pada tempat yang tertutup agar tidak terkontaminasi dengan udara luar kemudian diletakkan pada tempat yang sejuk dan kering (Anonim, 2011).
2.1.3. Indikator PP
Indikator asam-basa (phenol ptalein) menunjukkan bahwa suatu larutan bersifat asam atau basa. Indikator PP mempunyai warna tertentu pada trayek pH/rentang pH tertentu yang ditunjukkan dengan perubahan warna indikator. Kalau indikator PP, merupakan indikator yang menunjukkan pH basa, karena dia berada pada rentang pH antara 8,3 hingga 10,0 (dari tak berwarna - merah pink). Ketika NaOH diberi fenoftalen, lalu warnanya berubah menjadi merah lembayung, maka trayek pH-nya mungkin sekitar 9-10. Senyawa ini dapat menyebabkan iritasi pada mata maupun kulit. Selain itu indikator PP tidak bersifat korsif pada kulit ataupun mata. Senyawa ini dapat menyebabkan mutagenik pada bakteri. Indikator PP akan beracun jika masuk  ke dalam darah, sistem reproduksi, maupun liver. Pertolongan yang seharusnya dilakukan adalah segera membilas mata atau kulit yang terkena larutan ini dengan air bersih kurang lebih 15 menit. Jika terhirup segera bawa ke udara terbuka dan berikan bantuaan oernafasn bila diperlukan, Jika tertelan maka jangan diberikan makanan melalui mulut dan segera hubungi petugas medis unutk tindakan lebih lanjut. Penyimpanan seharusnya dilakukan pada tempat tertutup, sejuk, dan kering (Anonim, 2011).
2.1.4. Garam Dapur
Garam dapur merupakan suatu mineral yang sering dikonsumsi manusia. Garam dapur berasal dari kristalisasi air laut yang kemudian dibersihkan dan diberi beberapa kandungan mineral lain. Garam dapur sangat diperlukan bagi tubuh namun pengonsumsian secara berlebih dapat menimbulkan penyakit tekanan darah tinggi. Garam dapur juga sering ditambahkan pada makanan sebagai bumbu. Garam yang ditambahkan iodium digunakan sebagai pencegah penyakit gondok. Garam dapur biasanya paling banyak mengandung garam natrium klorida atau NaCl. NaCl mempunyai massa molar 58,44 gram/mol. Kerapatan atau massa jenisnya adalah 2,16 gram/cm3.NaCl memiliki titik leleh 801oC dan titik didih 1465oC. Garam natrium klorida memiliki kelarutan dalam air sebesar 35,9 gram/100 mL air pada suhu 25oC. Natrium klorida (NaCl) yang dikenal sebagai garam adalah zat yang memiliki tingkat osmotik yang tinggi. Zat ini pada proses perlakuan penyimpanan benih recalsitran berkedudukan sebagai medium inhibitor yang fungsinya menghambat proses metabolisme benih sehingga perkecambahan pada benih recalsitran dapat terhambat. Garam dapur tidak berbahaya bila tertelan namun jika dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama. Jika terkena kulit yang teriritasi akan menimbulkan rasa perih. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi ringan. Pertolongan yang harus dilakukan membilas mata dan kulit yang terkena garam dapur selama kurang lebih 15 menit. Jika terjadi iritasi atau gejala yang lebih parah segera hubungi petugas medis. Penyimpanan seharusnya dilakukan di tempat yang sejuk, kering, dan tertutup (Anonim, 2011).
2.2. Entalpi Pelarutan
Energetika kimia atau termodinamika kimia adalah ilmu yang mempelajari perubahan energi yang terjadi dalam proses atau reaksi. Studi ini mencakup dua aspek penting yaitu penentuan atau perhitungan kalor reaksi dan studi tentang arah proses dan sifat-sifat sistem dalam kesetimbangan. Bagian alam semesta yang dipilih untuk penelititan termodinamika disebut sistem, dan bagian alam semesta yang berinteraksi dengan sistem tersebut disebut dengan keadaan sekeliling lingkungan dari sistem. Perpindahan energi dapat berupa kalor (q) atau dalam beberapa bentuk lainnya secara keseluruhan disebut kerja. Perpindahan energi berupa kalor atau kerja yang mempengaruhi jumlah keseluruhan energi dalam sistem, yang disebut energi dalam (U) (Petrucci, 1996:194).
Sistem adalah sejumlah zat, campuran zat, atau segala sesuatu yang ada dalam pengamatan. Lingkungan adalah segala sesuatu di luar sistem. Alam semesta adalah kumpulan dari beberapa sistem dan lingkungan. Sistem berdasarkan terjadinya pertukaran energi dengan lingkungan dapat dibedakan menjadi sistem tersekat, sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tersekat tidak terjadi pertukaran baik energi maupun materi. Sistem tertutup hanya terjadi pertukaran energi. Sedangkan sistem terbuka terjadi pertukaran baik energi maupun materi. Beberapa proses yang dapat terjadi pada sistem sesuai dengan keadaan adalah proses isotermal, proses isovolum atau isokhorik, dan proses adiabatik. Proses isotermal yaitu proses yang berlangsung pada suhu tetap, semua kalor yang diberikan kepada sistem diubah menjadi kerja. Proses isovolum atau isokhorik yaitu proses yang tidak mengalami perubahan volume, semua kalor yang masuk sistem disimpan sebagai energi dalam. Proses adiabatik yaitu proses yang tidak menyerap atau melepaskan kalor, dan semua energi digunakan untuk menghasilkan kerja (Hiskia, 1991:124-125).
Energi dalam (U) adalah keseluruhan energi potensial dan energi kinetik zat-zat yang terdapat dalam sistem. Energi dalam merupakan fungsi keadaan, besarnya hanya tergantung pada keadaan sistem. Setiap sistem mempunyai energi karena partikel-partikel materi (padat, cair atau gas) selalu bergerak acak dan beragam disamping itu dapat terjadi perpindahan tingkat energi elektron dalam atom atau molekul. Bila sistem mengalami peristiwa mungkin akan mengubah energi dalam. Jika suhu naik menandakan partikel lebih cepat dan energi dalam bertambah (Syukri, 1999:74).
Kalor (q) adalah bentuk energi yang dipindahkan melalui batas-batas sistem, sebagai akibat adanya perbedaan suhu antara sistem dengan lingkungan. Bila sistem menyerap kalor, q bertanda positif dan q bertanda negatif bila sistem melepaskan kalor. Kalor (q) bukan merupakan fungsi keadaan karena besarnya tergantung pada proses. Kapasitas kalor adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk mengikatkan suhu zat 1oC. kapasitas kalor tentu saja tergantung pada jumlah zat. Kapasitas kalor spesifik dapat disederhanakan, kalor jenis adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 gram zat sebesar 1oC. Kalor jenis molar adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 mol zat sebesar 1oC (Petrucci, 1996:196).
Entalpi hanya bergantung pada keadaan sistem sekarang, sehingga entalpi merupakan fungsi keadaan. Seperti juga untuk fungsi keadaan yang manapun, perubahan entalpi antara setiap pasangan keadaan awal dan keadaan akhir tidak tergantung pada jalannya. Perubahan entalpi yang mengikuti perubahan fisika dan perubahan kimia dapat diukur dengan kalorimeter. Pengukuran ini dilakukan dengan memantau perubahan temperatur yang mengikuti proses terjadi pada tekanan tetap. Salah satu cara untuk melakukan ini pada reaksi pembakaran adalah dengan menggunakan kalorimeter adiabatik dan mengukur ΔT pada saat sejumlah zat terbakar api dalam oksigen yang diberikan, dan kemudian menggunakan kapasitas kalor sebagai faktor konversi. Cara lain mengukur ΔH adalah dengan mengukur perubahan energi dalam dengan kalorimeter bom, kemudian mengubah nilai ΔU menjadi ΔH. Nilai ΔH dan ΔU hampir sama untuk reaksi yang tidak melibatkan gas (Atkins. 1993:44-45).
Senyawa nonpolar memiliki kecenderungan yang kuat untuk larut ke dalam larutan nonpolar dan senyawa polar atau senyawa ion cenderung larut pada larutan polar. Dengan perkataan lain melarutkan sejenis. Proses pelarutan menyebabkan molekul-molekul menyebar secara acak, kecepatan difusi lebih tinggi bila temperatur dinaikkan, sehingga selang beberapa waktu akan didapatkan larutan homogen yang seragam. Dua cairan yang dapat bercampur secara seragam dikatakan dapat campur (miscible) (Keenan, 1990:373).
Panas pelarutan adalah panas yang menyertai reaksi kimia pada pelarutan mol zat solute dalam mol solvent pada tekanan dan temperatur yang sama. Panas pelarutan didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang terjadi bila dua zat atau lebih zat murni dalam keadaan standar dicampur pada tekanan dan temperatur tetap untuk membuat larutan. Hal ini disebabkan adanya ikatan kimia dari atom - atom. Panas pelarutan dibagi menjadi dua yaitu panas pelarutan integral dan panas pelarutan diferensial. Pada tekanan dan temperatur tetap, panas pelarutan disebabkan karena pembentukan ikatan kimia baru dari asam- asam pelarutan, perubahan gaya antara molekul tak sejenis dengan molekul sejenis. Pada peristiwa pelarutan, kadang-kadang terjadi perubahan energi, hal ini disebabkan adanya perbedaan gaya tarik-menarik antara molekul sejenis. Gaya ini jauh lebih kecil daripada gaya tarik pada ikatan kimia, sehingga panas pelarutan biasanya jauh lebih kecil daripada panas reaksi (Alberty, 1983:33-35).
            Pengaruh temperatur tergantung dari panas pelarutan. Bila panas pelarutan (∆H) negatif, daya larut turun dengan naiknya temperatur. Bila panas pelarutan (∆H) positif, daya larut naik dengan naiknya temperatur. Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap daya larut zat padat dan cair, tetapi berpengaruh pada daya larut gas (Sukardjo, 1997:142).
Secara umum panas pelarutan adalah positif (endotermis) sehingga menurut Van’t Hoff makin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang terlarut. Sedangkan untuk zat-zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka semakin tinggi suhu akan makin berkurang zat yang dapat larut (Tim Kimia Fisika, 2011:1).


BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
ü Termostat 0-50oC
ü Termometer 50oC
ü Buret 50 mL
ü Erlenmeyer 50 mL
ü Gelas takar 250 mL
ü Pipet volume 10 mL
ü Pengaduk gelas
ü Tabung reaksi
3.1.2. Bahan
ü Asam oksalat
ü Larutan NaOH 0,5 N
ü Indikator PP
ü Akuades
ü Es batu
ü Garam dapur

 
3.2. Skema Kerja



 
-   dilarutkan asam oksalat hingga jenuh pada 100 mL akuades.
-   ditimbang masing-masing erlenmeyer kosong menggunakan neraca analitis.
-   diatur temperatur larutan asam oksalat dengan menggunakan es batu yang telah diberikan garam dapur untuk membantu proses penurunan temperatur 30; 25; 20; 15; 10; dan 5oC.
-   diambil masing-masing 5 mL larutan asam oksalat pada setiap temepratur ke dalam masing-masing erlenmeyer kemudian ditimbang.
-   ditambahkan indikator pp 2-3 tetes kemudian larutan asm oksalat pada erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N yang sudah tersatndarisasi.
-   dilakukan duplo dan dicatat volume NaOH yang dibutuhkan.
 
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Hasil Titrasi
Suhu (oC)
Erlenmeyer A
Erlenmeyer B
Massa (E+L)
V NaOH
Massa (E+L)
V NaOH
5
40,030 gram
14,0 mL
40,330 gram
14,1 mL
10
40,343 gram
14,7 mL
40,048 gram
18,0 mL
15
40,037 gram
19,2 mL
40,330 gram
19,7 mL
20
40,087 gram
19,4 mL
40,456 gram
19,4 mL
25
40,042 gram
19,6 mL
40,344 gram
19,7 mL
30
39,920  gram
19,8 mL
40,088 gram
19,8 mL
Keterangan:
E = Erlenmeyer
L = Larutan
4.1.2. Hasil Perhitungan Asam Oksalat
Suhu
(oC)
N
(N)
M
(M)
Mol
(mmol)
massa
(gram)
m H2O
(gram)
Msolute
(M)
S
(g/mL)
5
1,41
0,70
3,51
0,32
4,83
0,37
13,14
10
1,64
0,82
4,10
0,37
4,80
0,85
15,30
15
1,95
0,97
4,85
0,44
4,72
1,03
18,54
20
1,94
0,97
4,85
0,44
4,81
1,01
18,18
25
1,97
0,98
4,90
0,44
4,72
1,04
18,72
30
1,98
0,99
4,95
0,45
4,53
0,99
17,82

4.2. Pembahasan
Panas pelarutan adalah panas yang menyertai reaksi kimia pada pelarutan mol zat pelarut dalam mol terlarut pada tekanan dan temperatur yang sama. Panas pelarutan didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang terjadi bila dua zat atau lebih zat murni dalam keadaan standar dicampur pada tekanan dan temperatur tetap untuk membuat larutan. Hal ini disebabkan adanya ikatan kimia dari atom- atom. Pada tekanan dan temperatur tetap, panas pelarutan disebabkan karena pembentukan ikatan kimia baru dari asam- asam pelarutan, perubahan gaya antara molekul tak sejenis dengan molekul sejenis. Pada peristiwa pelarutan, kadang-kadang terjadi perubahan energi, hal ini disebabkan adanya perbedaan gaya tarik-menarik antara molekul sejenis. Gaya ini jauh lebih kecil daripada gaya tarik pada ikatan kimia, sehingga panas pelarutan biasanya jauh lebih kecil daripada panas reaksi.
Pembuatan larutan dapat dilakukan dengan melarutkan suatu padatan pada pelarutnya. Pelarutan dapat dipercepat dengan proses agitasi atau pengadukan. Ketika suatu larutan diaduk maka partikel-partikel zat dalam larutan akan bergerak semakin tidak beraturan yang memungkinkan terjadinya keserbasamaan partikel zat dalam larutan. Keserbasamaan ini dapat disebut dengan istilah homogen. Untuk memudahkan dalam pelarutan suatu zat dapat juga dilakukan dengan  merubah temperatur. Pengaruh temperatur tergantung dari panas pelarutan. Bila panas pelarutan (∆H) negatif, daya larut turun dengan naiknya temperatur. Bila panas pelarutan (∆H) positif, daya larut naik dengan naiknya temperatur. Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap daya larut zat padat dan cair, tetapi berpengaruh pada daya larut gas.
Banyaknya zat yang larut dalam suatu proses pelarutan akan berpengaruh terhadap konsentrasi larutan tersebut. Semakin banyak zat yang larut maka konsentrasi suatu larutan akan lebih tinggi. Sebaliknya, konsentrasi dari suatu larutan akan melemah karena jumlah partikel yang terlarut semakin sedikit. Pada proses pelarutan asam oksalat sampai jenuh akan menghasilkan kristal-kristal asam oksalat saat temperatur larutan diturunkan dari suhu kamar. Semakin rendah temperatur larutan asam oksalat maka jumlah kristal asam oksalat yang mengendap semakin banyak. Hal ini disebabkan karena panas pelarutan asam oksalat bersifat positif yang artinya kelarutan akan meningkat bila temperatur dinaikkan. Fenomena ini dapat diamati pada larutan asam oksalat pada temperatur 30oC hampir tidak ada endapan yang terbentuk. Ketika diturunkan menjadi 25oC maka endapan mulai terbentuk. Endapan kristal asam oksalat akan semakin banyak seiring dengan penurunan suhu. Pada suhu 5oC dihasilkan banyak endapan kristal asam oksalat di bagian bawah erlenmeyer dibandingkan dengan kelarutan asam oksalat pada tiap-tiap temperatur yang dilakukan pada percobaan.
Proses pelarutan asam oksalat dalam air meruapakn reaksi kesetimbangan. Ketika ditambahkan kristal asam oksalat maka akan terbentuk endapan yang lebih banyak. Begitu juga bile temperatur diubah. Hal ini sesuai dengan faktor yang mempengaruhi kesetimbangan berikut:
1.    Perubahan konsentrasi
Bila ke dalam sistem kesetimbangan, konsentrasi salah satu komponannya ditambah, maka kesetimbangan akan bergeser dari arah penamhan itu, dan bila satu komponannya dikurangi maka kesetimbangan akan bergeser ke arah pengurang itu.
2.    Perubahan Volume
Bila suatu reaksi dengan jumlah molekul atau partikel sebelum atau sesudah reaksi sama, perubahan volume tidak menggeser letak kesetimbangan. Untuk reaksi dengan jumlah molekul atau partikel sebelum atau sesudah reaksi tidak sama maka, jika volume diperbesar, maka reaksi kesetimbangan akan bergeser kearah yang koefisiennya (jumlah partikel) terbesar dan sebaliknya.
3.    Perubahan Tekanan
Bila suatu reaksi dengan jumlah molekul atau partikel sebelum atau sesudah reaksi sama, perubahan tekanan tidak menggeser letak kesetimbangan. Untuk reaksi dengan jumlah molekul atau partikel sebelum atau sesudah reaksi tidak sama maka, jika volume diperbesar, maka reaksi kesetimbangan akan bergeser kearah yang koefisiennya (jumlah partikel) terkecil dan sebaliknya.
4.    Perubahan suhu
Pada suatu kesetimbangan apabila suhu dinaikkan, maka reaksi akan bergeser kereaksi yang membutuhkan kalor (endoterm) dan sebaliknya.
5.    Penambahan katalis
Penambahan katalis dalam reaksi kesetimbangan, tidak mengakibatkan terjadi pergeseran kesetimbangan, tetapi hanya mempercepat terjadinya kesetimbangan.
Titrasi asam basa dilakukan untuk mengetahui banyaknya kristal asam oksalat yang larut dalam air. Volume basa yang dibutuhkan seharusnya meningkat sebanding dengan banyaknya kristal asam oksalat yang larut. Hal ini terjadi dikarenakan banyaknya partikel yang larut akan berpengaruh pada konsentrasi larutan. Ketika konsentrasi larutan tinggi maka volume basa yang dibutuhkan untuk menetralisasikan asam oksalat juga semakin banyak. Berikut reaksi asam oksalat yang dititrasi dengan larutan natrium hidroksida.
H2C2O4 (aq) + 2NaOH (aq) à Na2C2O4 (aq) + 2H2O (l)
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator phenolphaelin. Indikator ini memiliki trayek kerja antara pH 8-10. Karena asam oksalat dan natrium hidroksida merupakan pasangan asam basa kuat maka titik ekivalen kemungkinan terjadi pada pH 7 ke atas. pH pada titik ekivalen ini menentukan indikator yang digunakan. Pemilihan indikator harus sesuai, jika tidak maka tercapainya titik ekivalen susah teramati. Pengamatan yang kurang ini akan meneyebabkan titik akhir titrasi tidak teramati dengan baik. Hal ini akan berakibat pada keakuratan hasil titrasi.
Titrasi menggunakan indikator pp ini dihentikan saat larutan pada erlenmeyer yang merupakan garam dari asam oksalat dan natrium hidroksida berwarna semburat merah muda. Titrasi harus segera dihentikan saat keadaan ini diperoleh. Terlewat satu tetes saja akan mempengaruhi pH atau tercapainya titik ekivalen. Dari titrasi ini diperoleh konsentrasi asam oksalat mula-mula dengan menggunakan perbandingan mol natrium hidroksida dan asam oksalat tadi. Perhitungan akan menjadi mudah ketika bentuk konsentrasi yang digunakan adalah normalitas atau molaritas dikali valensi asam atau basa. Asam oksalat merupakan asam bervalensi dua, sedangkan natrium hidroksida merupan basa bervalensi satu.
Pada suhu 5oC didapatkan normalitas asam oksalat adalah 1,41 N. Normalitas asam oksalt ini dapat dikonversi menjadi molaritas dengan membagi dengan valensi asam oksalat yaitu 0,70 M. Hal ini berarti menujukkan asam oksalat dalam larutan tersebut adalah 3,51 mmol atau 0,32 gram. Sehingga kelarutan kristal asam oksalat dari percobaan pada suhu 5oC adalah 13,14 gram/mL. Pada suhu 10oC diperoleh normalitas asam oksalat sebesar 1,64 N atau sebanding dengan molaritasnya pada 0,82 M. Jumlah mol asam oksalat yang terlarut adalah 4,10 mmol atau 0,37 gram. Kelarutan asam oksalat pada temperatur 10oC adalah 15,30 gram/mL. Pada temperatur 15oC volume NaOH yang dibutuhkan menjadi semakin banyak. Hal ini mengindikasikan normalitas asam oksalat meningkat menjadi 1,95 N atau 0,97 M. Mol terlarut asam oksalat juga mengalami kenaikan yaitu 4,85 mmol dengan massa 0,44 gram. Kelarutan asam oksalat pada suhu 15oC ini adalah 18,54 gram/mL. Normalitas asam oksalat pada suhu 20oC adalah 1,94 N dengan molaritas 0,97 M. Mol asam oksalat yang terlarut adalah 4,85 mmol dengan massa asam oksalat 0,44 gram. Hal ini hampir mirip dengan normalitas, molaritas, mol, dan gram asam oksalat yang terlarut pada temperatur 25oC. Namun kelarutan asam oksalat pada suhu 20oC relatif lebih sedikit dibandingakn kelarutan pada suhu 25oC yaitu 18,18 gram/mL dan 18,72 gram/mL. Pada suhu 30oC didapatkan normalitas asam oksalat adalah 1,98 N yang apabila dinyatakan dengan molaritas sebesar 0,99 M. Jumlah asam oksalat yang terlarut pada suhu ini adalah 4,95 mmol dengan berat 0,45 gram. Kelarutan pada temperatur 30oC ini adalah 17,82 gram/mL.
Data yang diperoleh dari percobaan di atas pada dasarnya sesuai dengan teori yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dari jumlah asam oksalat yang terlarut pada masing-masing larutan pada suhu tertentu berbeda. Jumlah asam oksalat yang larut (dengan satuan mmol) meningkat sebanding dengan kenaikan temperatur. Semakin tinggi temperatur maka zat akan mudah larut. Sehingga mol terlarut akan menigkat. Namun jika dilihat dari kelarutan pada tiap-tiap temperatur yang berbeda maka data yang diperoleh masih bersifat fluktuatif atau naik turun. Seharusnya kelarutan asam oksalat akan meningkat saat temperatur dinaikkan. Hasil percobaan menunjukkan kelarutan menurun pada suhu 30oC dan 20oC. Hal ini dapat dikarenakan kesalahan dalam perhitungan maupun kesalahan dalam praktikum. Kesalahan dalam praktikum dapat disebabkan kesalahan dalam penimbangan, kesalahan dalam titrasi, kesalahan dalam menjaga suhu suhu, maupun kesalahan yang diakibatkan ketidakbersihan alat.
Grafik yang digambarkan oleh kelarutan dan temperatun menunjukkan grafik yang fluktuatif atau tidak begitu linear. Berikut grafik hubungan antara kelarutan dan temperatur.
Pelarutan suatu zat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor berikut:
1. Sifat dari solute dan solvent
Senyawa polar (memiliki kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar. Senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar.
2. Cosolvensi
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut.
3. Temperatur
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut dikatakan bersifat endoterm, karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.
4. Salting Out
Salting out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia.
5. Salting In
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih besar.
6. Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks.
7. Tekanan
Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap kelarutan zat padat dan cair, tetapi berpengaruh pada kelarutan gas. Kelarutan dari semua gas naik jika tekanan dari gas yang terletak di atas larutan dinaikkan.
8. Entalpi
Harga entalpi zat sebenarnya tidak dapat ditentukan atau diukur. Tetapi ΔH dapat ditentukan dengan cara mengukur jumlah kalor yang diserap system. Ketika kalor diserap oleh system, ada pengaruh suhu di dalamnya. Jika suhu tinggi maka harga entalpinya pun juga tinggi, dan jika dihubungkan dengan kelarutan, apabila suhu semakin tinggi maka kelarutannya pun juga tinggi. Jadi harga entalpi dapat mempengaruhi kelarutan.



BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
ü  Temeperatur berpengaruh terhadap kelarutan suatu zat.
ü  Ketika temperatur naik maka kelarutan asam oksalat semakin baik. Banyaknya asam oksalat yang terlarut mempengaruhi konsentrasi larutan.
5.2. Saran
ü  Sebaiknya praktikan lebih teliti saat menentukan titik akhir dari titrasi.
ü  Sebaiknya praktikan lebih cekatan dalam melakukan penimbangan larutan pada suhu di bawah 25oC karena suhu larutan akan cepat berubah.
ü  Sebaiknya praktikan selalu menjaga kebersihan alat yang digunakan dalam percobaan khususnya alat untuk titrasi.


DAFTAR PUSTAKA

Alberty, R.A. 1983. Kimia Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Anonim. 2011. Asam Oksalat (http://wikipedia.org/asam_oksalat.html) diakses 6 November 2011 pukul 10.05 WIB.
Anonim. 2011. Asam Oksalat (http://www.scienelab.com/msds/php?msdsld= 9924120) diakses 6 November 2011 pukul 10.15 WIB.
Anonim. 2011. Indikator PP (http://wikipedia.org/indikator_pp.html) diakses 6 November 2011 pukul 10.25 WIB.
Anonim. 2011. Garam Dapur (http://wikipedia.org/garam_dapur.html) diakses 6 November 2011 pukul 10.49 WIB.
Anonim. 2011. Sodium Hidroxyde (http://www.scienelab.com/msds/ php?msdsld = 9924234) diakses 6 November 2011 pukul 10.32 WIB.
Atkins, P.W. 1993. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.
Hiskia. 1991. Kimia Dasar. Bandung: Erlangga.
Petrucci, R.H. 1996. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi ke-4 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisik. Yogyakarta : Rineka Cipta
Syukri, S. 1999. Termodinamika Kimia. Jakarta : Erlangga
Tim Kimia Fisika. 2011. Penuntun Praktikum Termodinamika Kimia. Jember: FMIPA Universitas Jember.





LAMPIRAN
1.    Normalitas Asam Oksalat
ü Pada Suhu 5oC
N1 x V1           = N2 x V2
0,5 N x14,05 mL         = N2 x 5 mL
        N2            = 1,41 N
ü Pada Suhu 10oC
N1 x V1            = N2 x V2
0,5 N x16,35 mL         = N2 x 5 mL
        N2            = 1, 64 N
ü Pada Suhu 15oC
N1 x V1            = N2 x V2
0,5 N x19,45 mL         = N2 x 5 mL
        N2            = 1,95 N
ü Pada Suhu 20oC
N1 x V1            = N2 x V2
0,5 N x19,4 mL           = N2 x 5 mL
        N2            = 1,94 N
ü Pada Suhu 25oC
N1 x V1            = N2 x V2
0,5 N x19,65 mL         = N2 x 5 mL
        N2            = 1,97 N
ü Pada Suhu 30oC
N1 x V1            = N2 x V2
0,5 N x19,8 mL           = N2 x 5 mL
        N2            = 1,98 N

1.    Molaritas Asam Oksalat
ü Pada suhu 5oC
M =
M =
M = 0,70 M
ü Pada suhu 10oC
M =
M =
M = 0,82 M
ü Pada suhu 15oC
M =
M =
M = 0,97 M
ü Pada suhu 20oC
M =
M =
M = 0,97 M
ü Pada suhu 25oC
M =
M =
M = 0,98 M
ü Pada suhu 30oC
M =
M =
M = 0,99 M

2.    Mol  Asam Oksalat
ü Pada suhu 5
ü Pada suhu 10
ü Pada suhu 15
ü Pada suhu 20
ü Pada suhu 25
ü Pada suhu 30
3.    Massa Asam Oksalat
ü Pada suhu 5
ü Pada suhu 10
ü Pada suhu 15
ü Pada suhu 20
ü Pada suhu 25
ü Pada suhu 30
4.    Massa H2O
ü Pada suhu 5
-  m larutan =  gram
-  m H2O = 5,15 – 0,32 = 4,83 gram
ü Pada suhu 10
-  m larutan =  gram
-  m H2O = 5,17 – 0,37 = 4,80 gram
ü Pada suhu 15
-  m larutan = gram
-  m H2O = 5,16 – 0,44 = 4,72 gram

ü Pada suhu 20
-  m larutan =  gram
-  m H2O = 5,25 – 0,44 =  4,81gram
ü Pada suhu 25
-  m larutan =  gram
-  m H2O = 5,17 – 0,45 = 4,72 gram
ü Pada suhu 30
-  m larutan =  gram
-  m H2O = 4,98 – 0,45 = 4,53 gram
5.    Molaritas solute
ü Pada suhu 5
ü Pada suhu 10
ü Pada suhu 15
ü Pada suhu 20
ü Pada suhu 25

ü Pada suhu 30

6.    Kelarutan Oksalat
ü Pada suhu 5
ü Pada suhu 10
ü Pada suhu 15
ü Pada suhu 20
ü Pada suhu 25
ü Pada suhu 30



Ø  Grafik hubungan antara suhu dengan kelarutan