BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan
teknik analisis kimia terus dikembangkan menjadi lebih canggih dan minimalis
ukurannya. Tidak hanya pengembangan metode potensiometri yang dimulai dengan
pengembangan elektoda yang digunakan. Analisis suatu sampel larutan dapat juga
didasarkan pada kemampuan suatu ion untuk menghantarkan muatan listrik di
antara kedua elektroda. Teknik tersebut dikenal sebagai konduktometri. Teknik
ini menggunakan dua elektroda yang bersifat inert. Pengukuran pada teknik ini berbeda
dengan potensiometri. Potensiometri mengukur potensial antara dua elektroda
sedangkan konduktometri mengukur konduktansi elektrolit antara kedua elektroda.
Salah satu teknik pengukuran konduktivitas
suatu larutan yang akan dipraktikkan adalah titrasi konduktometri. Hal ini
dikarenakan pengukuran konduktovitas (hantaran) dapat digunakan untuk penentuan
titik ahir titrasi atau titik ekivalen titrasi. Larutan yang akan diukur
konduktansinya adalah penghantar listrik yang baik. Beberapa contoh titrasi
konduktometri yang sering ditemui adalah titrasi asam kuat basa kuat seperti
larutan HCl dititrasi oleh NaOH.
1.2 Tujuan
-
Melakukan analisis kuantitatif
menggunakan teknik konduktometri.
-
Menghitung konsentrasi dari suatu
elektrolit dengan titrasi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1 HCl
HCl atau asam klorida merupakan golongan asam
kuat. Asam ini memiliki massa molar 36,46 g/mol. Asam ini merupakan senyawa
polar yang mudah larut dalam air. Wujudnya cair, tidak berwarna, dan bau menyengat. Hal yang perlu diperhatikan
adalah sifat korosifnya terhadap jaringan tubuh dan beracun bila dikonsumsi. Asam klorida akan menimbulkan permasalahan pada sistem pernapasan,
mata, kulit, paru-paru. Jika
terjadi kecelakaan pada penggunaannya cari pertolongan medis profesional
setelah tindakan pertolongan
pertama dilakukan. Jika mengenai
mata segera siram mata dengan
air berlebih selama 15 menit,
mengangkat kelopak mata bawah dan atas
sesekali. Jika kontak dengan kulit maka
segera siram kulit dengan air mengalir selama 15 menit dan sesaat kemudian melepaskan pakaian yang terkontaminasi. Jika tertelan hubungi
pihak medis segera. Jangan memaksakan
muntah. Bilas mulut dengan air
dingin. Berikan korban 1-2 cangkir air atau
susu untuk diminum. Jika masuk ke
saluran pernafasan pindahkan ke udara segar. Jika tidak bernapas,
berikan pernapasan buatan (Anonim,
2012).
2.1.2 NaOH
Natrium hidroksida (NaOH) yang biasa disebut dengan soda api
atau soda kaustik merupakan basa kuat. Natrium hidroksida akan membentuk
larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan dalam air. Dalam bidang industri
senyawa ini digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu, kertas,
tekstil, air minum, sabun, maupun deterjen. NaOH mempunyai massa molar 39,99
gram/mol dan berwujud kristal putih padat. Kristal NaOH bersifat mudah menyerap
air atau uap air dalam keadaan terbuka (higroskopis). Massa jenis NaOH adalah
2,1 gram/cm3 pada wujud padat. Titik leleh dan titik didih dari
natrium hidroksida berturut-turut adalah 318oC dan 1390oC.
NaOH sangat larut dalam air hingga 111 gram/100 mL air pada suhu 20oC.
Tingkat kebasaan (pKb) dari senyawa ini adalah -2,43. Natrium hidroksida
tersedia dalam bentuk pellet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50 %.
Senyawa ini bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida
dari udara bebas. Senyawa ini sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas
ketika dilarutkan, dan senyawa ini juga larut dalam etanol dan methanol.
Senyawa ini dapat menyebabkan luka bakar pada mata yang memu ngkinkan
menimbulkan kebutaan atau menyebabkan kornea mata rusak. NaOH juga bisa
menyebabkan luka bakar pada kulit. Ketika tertelan senyawa ini dapat
menyebabkan gangguan perncernaan. Natrium hidroksida juga menyebabkan iritasi
saluran pernapasan, susah bernafas, dan memungkinkan terjadinya koma. Jika
terkena kulit secara terus menerus dan jangka waktu lama dapat menyebabkan
dermatitis. Pertolongan yang seharusnya diberikan adalah segera membilas mata
dan kulit dengan air bersih selama kurang lebih 15 menit. Jika terkena pakaian
segera dilepas dan diganti dengan pakaian yang bersih. Jika tertelan berikan
segelas air namun jangan berikan makanan lewat mulut sebelum ada perintah dari
petugas medis. Jika terhirup, korban dibawa ke udara terbuka dan jika tidak
bernafas maka diberikan oksigen untuk membantunya. Penyimpanannya seharusnya
diletakkan pada tempat yang tertutup agar tidak terkontaminasi dengan udara
luar kemudian diletakkan pada tempat yang sejuk dan kering (Anonim, 2012).
2.1.3 CH3COOH
Asam
asetat merupakan salah satu asam karboksilat yang mudah ditemui. Asam ini
memiliki nama lain asam etanoat, asam asetat glasial, asam ethylic, asam
methanecarboxylic, atau biasa disebut asam cuka. Rumus molekul dari asam asetat
ini adalah C2H4O2 atau biasa ditulis CH3COOH.
Asam asetat mempunyai titik lebur 16,7oC dan memiliki titik didih
pada 118oC. Asam ini memiliki massa jenis 1,05 gram/mL. Berbeda
dengan massa jenis cairannya, massa jenis uap dari asam asetat adalah 2,07
gram/L. Tekanan uap dari asam cuka adalah 11 mmHg pada suhu 20oC,
dan 30 mmHg pada suhu 30oC. Asam asetat termasuk zat yang stabil.
Zat yang harus dihindari termasuk alkohol, aldehida, senyawa halogen-halogen,
oksidasi agen, logam, hidroksida alkali, anhidrida, halida non-logam,
permanganates, peroksida, etanolamin, karbonat. Bahan ini sangat korosif dan
menyebabkan luka bakar yang serius. Sangat berbahaya jika tertelan. Jika dihirup, lepaskan ke udara segar. Jika
tidak bernapas, berikan pernapasan buatan. Jika sulit bernapas, berikan
oksigen. Dapatkan medis perhatian segera. Pertolongan Pertama,
jika kontak mata maka periksa dan lepaskan lensa kontak.
Dalam kasus kontak, segera siram mata dengan banyak air sekurang-kurangnya 15
menit. Air dingin dapat digunakan. Mendapatkan perhatian
medis segera. Dalam kasus kontak kulit, segera
siram kulit dengan banyak air sekurang-kurangnya 15 menit saat mengeluarkan
pakaian yang terkontaminasi dan sepatu. Tutupi
kulit yang teriritasi dengan bahan lunak. Cuci pakaian sebelum digunakan
kembali. Bersihkan sepatu sebelum digunakan
kembali. Mendapatkan perhatian medis segera. Perlindungan pribadi,
keselamatan kacamata atau masker, sarung tangan nitril, ventilasi yang baik. Penanganan dan Penyimpanan yang baik seharusnya adalah
menjauhkan dari panas. Jauhkan dari sumber penyulutan. Ground semua bahan
peralatan yang berisi. Jangan menelan. Jangan menghirup
gas/ asap/ uap/ semprotan. Jangan pernah menambahkan air untuk produk ini.
Dalam hal ventilasi cukup, pakai cocok pernafasan peralatan.
Jika tertelan, segera dapatkan saran medis dan tunjukkan wadah atau label.
Hindari kontak dengan kulit dan mata. Jauhkan dari
bahan seperti agen oksidator, reduktor, logam, asam, alkali. Asam asetat
sebaiknya disimpan di kawasan terpisah dan disetujui. Simpan wadah di tempat
yang sejuk dan berventilasi baik. Jaga agar wadah tertutup rapat dan disegel
sampai siap untuk digunakan. Hindari semua kemungkinan sumber api (Anonim, 2012).
2.1.4 NH3
Amonia adalah senyawa kimia
dengan rumus
NH3.
Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun
amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi
di bumi,
amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak
kesehatan. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan
kerusakan paru-paru
dan bahkan kematian.
Sekalipun amonia di Amerika diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih
digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup. Amonia yang digunakan secara komersial
dinamakan amonia anhidrat.
Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia
mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan
tinggi atau temperatur
amat rendah. Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga bertindak sebagai asam yang
amat lemah
(pKa=9.25). Jika terkena kulit secara terus
menerus dan jangka waktu lama dapat menyebabkan dermatitis. Pertolongan yang
seharusnya diberikan adalah segera membilas mata dan kulit dengan air bersih
selama kurang lebih 15 menit. Jika terkena pakaian segera dilepas dan diganti
dengan pakaian yang bersih. Jika tertelan berikan segelas air namun jangan
berikan makanan lewat mulut sebelum ada perintah dari petugas medis. Jika
terhirup, korban dibawa ke udara terbuka dan jika tidak bernafas maka diberikan
oksigen untuk membantunya. Penyimpanannya seharusnya diletakkan pada tempat
yang tertutup agar tidak terkontaminasi dengan udara luar kemudian diletakkan
pada tempat yang sejuk dan kering (Anonim, 2012).
2.2
Titrasi Konduktometri
Metode
elektroanalitik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
ü Potensiometri
merupakan aplikasi langsung dari persamaan Nernst dengan cara pengukuran
potensial dua elektroda tidak terpolarisasi pada kondisi arus nol.
ü Voltametri
dan polarografi merupakan metode penelaahan komposisi larutan elektrolit encer
dengan mengalurkan kurva arus-tegangan. Voltametri adalah nama umum, sedangkan
polarografi khusus mengacu pemakaian elektroda tetes merkuri. Pada amperometri
kedua elektroda dapat terpolarisasi.
ü Coulometri
merupakan metode analisis yang meliputi pemakaian hukum elektrolisis Faraday.
ü Konduktometri
merupakan metode yang menggunakan due elektroda inert dan konduktansi
elektrolit antara kedua elektroda ini diukur.
ü Oscillometri
meruapak metode yang menggunakan sumber arus bolak-balik berfrekuensi tinggi,
perubahan konduktansi dan tetapan dialektrikum.
ü Kronopotensiometri
merupakan metode menguunakan arus yang konstan dan diketahui dilewatkan melalui
larutan, potensial terbentuk antara dua elektroda dan larutan yang diamati
sebagai fungsi waktu.
ü Pemisahan
dengan logam terkendali merupakan metode dengan bermacam spesies dapat
dipisahkan secara kuantitatif dengan oksidasi atau reduksi elektrolitik pada
suatu elektroda dengan potensial yang benar-benar terkendali (Khopkar, 1990: 336-337).
Metode
konduktometeri dapat digunakan untuk mengikuti reaksi titrasi jika perbedaan
antar konduktansi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan reagen. Tetapan
sel harus diketahui. Berarti selama pengukuran yang berturut– turut jarak
elektrode harus tetap. Hantaran sebanding dengan konsentrasi larutan pada
temperature tetap, tetapi pengenceran akan menyebabkan hantarannya tidak
berfungsi secara linear lagi dengan konsentrasi. Titrasi asam lemah terhadap
basa lemah dapat dengan mudah dilaksanakan dengan cara konduktometri. Titrasi
konduktometri sangat berguna bila hantaran
sebelum dan sesudah reaksi cukup banyak berbeda. Metode ini kurang
bermanfaat untuk larutan dengan konsentrasi ionik terlalu tinggi, misalkan
titrasi Fe3+ dengan KMnO4, dimana perubahan hantaran
sebelum dan sesudah titik ekivalen terlalu kecil bila dibandingkan dengan
besarnya konduktansi total (Khopkar, 1990: 373-374).
Konduktivitas suatu larutan elektrolit, pada setiap
temperatur hanya bergantung pada ion–ion yang ada, dan konsentrasi ion–ion
tersebut. Bila larutan suatu elektrolit diencerkan, konduktivitas akan turun
karena lebih sedikit ion berada per cm3 larutan untuk membawa arus.
Jika semua larutan itu ditaruh antara dua elektrode yang terpisah 1 cm satu
sama lain dan cukup besar untuk mencakup seluruh larutan, konduktivitas akan
naik selagi larutan diencerkan. Ini sebagian besar disebabkan oleh berkurangnya
efek–efek antar ionik untuk elektrolit kuat dan oleh kenaikan derajat disosiasi
untuk elektrolit–elektrolit lemah. Hukum Ohm menyatakan bahwa arus I (ampere)
yang mengalir dalam sebuah penghantar, berbanding lurus dengan daya gerak
listrik (daya elektromotif), E (volt), dan berbanding terbalik dengan resistans
(tahanan), R (ohm) dari penghantar.
I
= E / R
Kebalikan dari resistans adalah
konduktans (G) (hantaran), yang diukur dalam kebalikan ohm (ohm-1),
yang dalam satuan SI adalah konduktans dari satu meter kubik zat dan mempunyai
satuan ohm-1 m-1, tetapi jika ρ diukur dalam ohm cm, maka
konduktivitas harus diukur dalam ohm-1 cm-1 (Hendayana,
1994: 721-722).
Penambahan suatu
elektrolit kepada suatu larutan elektrolit lain pada kondisi-kondisi yang tak
menghasilkan perubahan volume yang berarti akan mempengaruhi konduktan
(hantaran) larutan, tergantung apakah ada atau tidak terjadi reaksi–reaksi
ionik. Jika tidak terjadi reaksi ionik, seperti pada penambahan satu garam
sederhana kepada garam sederhana lain (misal, kalium klorida kepada natrium
nitrat), konduktans hanya akan naik semata-mata. Jika terjadi reaksi ionik, konduktans
dapat naik atau turun, begitulah pada penambahan suatu basa kepada suatu asam
kuat, hantaran turun disebabkan oleh penggantian ion hidrogen yang
konduktivitasnya tinggi oleh kation lain yang konduktivitasnya yang rendah. ini
adalah prinsip yang mendasari titrasi konduktometri yaitu, substitusi ion–ion
dengan suatu konduktivitas oleh ion–ion dengan konduktivitas yang lain (Hendayana,
1994: 723).
Titrasi
konduktometri merupakan metode untuk menganalisa larutan berdasarkan kemampuan
ion dalam menghantarkan muatan listrik di antara dua elektroda. Pengukuran
konduktovitas (hantaran) dapat pula digunakan untuk penentuan titik ahir
titrasi. Titrasi konduktometri dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung pada
frekuensi arus yang digunakan (Hiskia, 2001: 342).
Jika
frekuensi arus bertambah cukup besar, maka pengaruh kapasitan dan induktif akan
makin besar. Adapun jenis titrasi tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Titrasi konduktometri yang dilakukan dengan frekuensi arus rendah (maksimum
300Hz). Penambahan suatu elektolit ke elektrolit lain pada keadaan yang tidak
ada perubahan volum yang begitu besar akan mempengaruhi konduktovitas larutan
terjadi reaksi ionik atau tidak. Jika tidak terjadi reaksi ionic, maka
perubahan konduktovitas sedikit sekali atau hampir tidak ada. Bila terjadi
reaksi ionik, maka perubahan konduktivitas yang relatif cukup besar sehingga
dapat diamati, seperti pada titrasi basa kuat oleh asam kuat. Dalam titrasi ini
terjadi penurunan konduktivitas karena terjadi penggantian ion hydrogen, yang
mempunyai konduktovitas tinggi, dengan kation lain yang mempunyai konduktovitas
rendah. Pada titrasi penetralan, pengendapan dll, penentuan titik ahir titrasi
titrasi ditentukan berdasarkan perubahan koduktivitas (hantaran) dari reaksi
kimia yang terjadi. Hantaran di ukur pada setian penambahan sejumlah pereaksi
dan titik pengukuran tersebut bila dialurkan memberikan 2 garis lurus yang
saling perpotongan dinamakan titik ekivalen titrasi. Ketepatan metode ini
bergantung pada sudut perpotongan dan kerapatan titik pengukuran. Secara
praktik konsentrasi penitran 20-100 kali lebih kali pekat dari larutan yang di
titrasi. Kelebihan titrasi ini, baik untuk asam yang sangat lemah seperti asam
borat dan fenol yang secara potensiometri tidak dapat di lakukan. Selain itu,
titrasi konduktometri tidak diperlukan control suhu.
2.
Titrasi yang dilakukan dengan menggunakan frekuensi arus tinggi disebut titrasi
frekuensi tinggi. Metode ini sesuai untuk sel yang terdiri atas sistem kimia
yang dibuat bagian dari atau di pasangkan dengan sirkuit osilator beresonasi
pada frekuensi beberapa mega hertz. Keuntungan Keuntungan cara ini antara lain
elektroda di tempatkan di luar sel dan tidak langsung kontak dengan larutan
uji. Kerugiannya adalah respon tidak spesifik karena bergantung pada
konduktovitas (hantaran) dan tetapan di elektrik dari sistem (Hiskia, 2001: 348).
Titrasi
konduktometri dapat digunakan untuk menentukan titik ekuivalen suatu titrasi,
berupa beberapa contoh titrasi konduktometri adalah titrasi asam kuat basa kuat
sebagai contoh larutan HCl dititrasi oleh NaOH. Kedua larutan ini adalah
penghantar listrik yang baik. Kurva titrasi ditunjukkan pada gambar di bawah
ini:
Daya hantar H+ turun sampai titik
ekuivalen tercapai. Dalam hal ini jumlah H+ makin berkurang di dalam
larutan, sedangkan daya hantar OH- berrtambah setelah titik
ekuivalen (TE) tercapai karena jumlah OH- di dalam larutan
bertambah. Jumlah ion Cl- di dalam larutan tidak berubah, karena itu
daya hantar konstan dengan penambahan NaOH. Daya hantar ion Na+
bertambah secara perlahan-lahan sesuai dengan jumlah ion Na+ (Svehla, 1990: 312).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1
Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
-
Konduktometer
-
Sel konduktansi
-
Stirrer magnet
-
Buret dan statifnya
-
Pipet
-
Gelas beaker
3.1.2 Bahan
-
HCl 0,01 N
-
NaOH 0,01 N
-
NH3 0,01 N
-
CH3COOH 0,01 N
-
KCl 0,01 N
3.2
Skema Kerja
3.2.1
Kalibrasi Konduktometer
3.2.2
Titrasi 0,01 N NaOH dengan 0,01 N HCl
3.2.3
Titrasi 0,01 N NH3 dengan 0,01 N HCl
3.2.4
Titrasi 0,01 N CH3COOH dengan 0,01 N NH3
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1 Titrasi HCl dan
NaOH
Volume HCl (mL)
|
Konduktansi (µs)
|
0,5
|
1999
|
1,0
|
1981
|
1,5
|
1881
|
2,0
|
1831
|
2,5
|
1721
|
3,0
|
1656
|
3,5
|
1599
|
4,0
|
1536
|
4,5
|
1462
|
5,0
|
1431
|
5,5
|
1362
|
6,0
|
1325
|
6,5
|
1272
|
4.1.2 Titrasi HCl dan
NH3
Volume HCl (mL)
|
Konduktansi (µs)
|
0,5
|
178
|
1,0
|
224
|
1,5
|
240
|
2,0
|
255
|
2,5
|
274
|
3,0
|
334
|
3,5
|
346
|
4,0
|
371
|
4,5
|
425
|
5,0
|
437
|
5,5
|
448
|
6,0
|
477
|
6,5
|
488
|
4.1.3 Titrasi CH3COOH
dan NH3
Volume NH3 (mL)
|
Konduktansi (µs)
|
0,5
|
147
|
1,0
|
184
|
1,5
|
177
|
2,0
|
196
|
2,5
|
199
|
3,0
|
208
|
3,5
|
222
|
4,0
|
222
|
4,5
|
241
|
5,0
|
233
|
5,5
|
240
|
6,0
|
251
|
6,5
|
253
|
4.2
Pembahasan
Konduktometri
termasuk salah satu metode elektroanalitik yang berdasarkan pada konduktansi
atau daya hantar listrik suatu elektrolit menggunakan elektroda. Titrasi
konduktometri merupakan metode untuk menganalisa larutan berdasarkan kemampuan
ion dalam menghantarkan muatan listrik di antara dua elektroda melalui tindakan
titrasi. Pengukuran konduktovitas dapat pula digunakan untuk penentuan titik
ahir titrasi. Titrasi konduktometri dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung
pada frekuensi arus yang digunakan. Titrasi konduktometri arus rendah dan
titrasi konduktometri arus tinggi. Pada titrasi konduktometri arus rendah, frekuensi
maksimalnya 300 Hz penambahan suatu elektolit ke elektrolit lain pada keadaan
yang tidak ada perubahan volume yang begitu besar akan mempengaruhi
konduktovitas larutan terjadi reaksi ionik atau tidak. Jika tidak terjadi
reaksi ionik, maka perubahan konduktovitas sedikit sekali atau hampir tidak
ada. Sedangkan pada titrasi arus tinggi frekuensinya hingga mega hertz. Prinsip
dasar dari metode ini adalah substitusi ion-ion dengan suatu konduktivitas
tertentu oleh ion-ion dengan konduktivitas yang lain.
Titrasi
konduktometri tidak memerlukan indikator, hal ini dikarenakan titik ekivalen
dapat diamati dengan mudah melalui grafik antara volume titran yang ditambahkan
dan besarnya konduktansi suatu larutan hasil titrasi tersebut. Titrasi
konduktometri dapat dilakukan jika larutan-larutan yang akan digunakan dapat
membentuk suatu larutan elektrolit. Larutan elektrolit tersebut dapat menghantarkan
arus listrik atau aliran elektron sehingga mempunyai daya hantar. Larutan
elektrolit biasanya merupakan garam karena dalam air dapat mengion dan
menghantarkan arus listrik. Titrasi konduktometri juga dapat dilakukan terhadap
asam lemah dan basa lemah, asam kuat dan basa kuat, maupun asam kuat dengan
basa lemah seperti yang dipraktikumkan kali ini. Titrasi konduktometri ini
tidak dapat dilakukan pada larutan non elektrolit atau larutan yang tidak dapat
menghasilkan ion-ion dalam air.
Titrasi
konduktometri ini akan dipengaruhi oleh faktor suhu dan konsentrasi. Suatu ion
dalam sebuah larutan akan bergerak bebas. Ketika dipanaskan atau diberikan
kenaikan suhu maka gerakan dari ion-ion dalam larutan akan semakin acak
sehingga kemampuan untuk menghantarkan elektron atau listrik akan semakin
meningkat. Hal ini berati konduktansinya meningkat. Begitu sebaliknya jika suhu
diturunkan. Semakin besar konsentrasi maka semakin banyak jumlah ion-ion yang
berada dalam larutan akibatnya kemungkinan menghantarkan listrik akan semakin
meningkat. Ketika konsentrasi diturunkan maka jumlah ion dalam satuan volum
pelarut akan menurun sehingga konduktansi akan menurun juga. Muatan ion juga
mempengaruhi, misalnya ion A2- akan lebih mudah menghantarkan
listrik dibandingkan A-. Pergerakan ion dalam larutan selain
pengaruh suhu juga mempengaruhi konduktansi, di antarnya penggunaan pelarut air
yang berlebih menyebabkan pergerakan ion lambat, viskositas yang terlalu besar
juga menyebabkan ion menjadi lebih lambat. Pergerakan ion yang lambat akan
menurunkan konduktansi.
Titrasi
konduktometri dilakukan dengan menggunakan alat konduktometer untuk mempermudah
dalam pengukuran konduktansi suatu larutan. Prinsip kerja konduktometer adalah
bagian konduktor (elektroda) dimasukkan ke dalam larutan akan menerima rangsang
dari suatu ion-ion yang menyentuh permukaan konduktor, lalu hasilnya akan
diproses dan sebagai outputnya berupa
angka konduktansi. Semakin banyak konsentrasi suatu ion dalam larutan maka
semakin besar nilai daya hantarnya karena semakin banyak ion-ion dari larutan
yang menyentuh konduktor dan semakin tinggi suhu suatu larutan maka semakin
besar nilai daya hantarnya, hal ini karena saat suatu partikel berada pada
lingkungan yang suhunya semakin bertambah maka pertikel tersebut secara tidak
lansung akan mendapat tambahan energi dari luar dan dari sinilah energi kinetik
yang dimiliki suatu partikel semakin tinggi (gerakan molekil semakin cepat).
Penambahan
titran dalam praktikum dilakukan secara bertahap menggunakan buret. Setiap
penambahan 0,5 mL titran dilakukan pencatatan konduktansi larutan tersebut. Hal
ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam pembuatan grafik titrasi. Setelah
penambahan titran larutan dihomogenkan menggunakan stirer magnetik. Hal
tersebut selain memudahkan praktikan dalam menggoyang gelas kimia juga
mempercepat terjadinya reaksi pada larutan sehingga semua titran yang
ditambahkan benar-benar sudah bereaksi dan konduktansinya yang terukur sudah
representatif atau mewakili konduktansi disetiap bagian larutan. Selanjutnya
elektroda dari konduktometer dicelupkan ke dalam larutan dan terukur
konduktansinya. Elektroda tersebut dibersihkan dengan akuades dari sisa larutan
pada pengukuran sebelumnya kemudian dikalibrasi dengan larutan KCl hingga
menunjukkan konduktansi 1413 µs agar konduktansi yang terukur dari larutan
adalah tepat.
Titrasi
yang pertama adalah titrasi asam kuat dengan basa kuat antara HCl dan NaOH.
Reaksi yang terjadi dalam titrasi ini adalah
HCl (aq) + NaOH (aq) à NaCl (aq) + H2O
(l)
Konduktansi
larutan awalnya 1999 µs kemudian menurun terus setelah ditambahkan HCl. Jika
diplotkan antara penambahan HCl dan konduktansi adalah sebagai berikut
Percobaan
yang sudah dilakukan yaitu larutan NaOH dititrasi dengan HCl. Kurva titrasinya
ditunjukkan pada grafik di atas. Pada literatur ditunjukkan daya hantar H+
turun sampai titik ekivalen tercapai. Dalam hal ini jumlah H+ makin
berkurang di dalam larutan, sedangkan daya hantar OH- berrtambah
setelah titik ekivalen tercapai karena jumlah OH- di dalam larutan
bertambah. Pada percobaan ini titik ekivalen belum tercapai karena mol ekivalen
dari titrasi belum sampai akibat H+ yang ditambahkan kurang. Jika
kedua larutan memiliki konsentrasi sama yaitu 0,01 M maka dibutuhkan 25 mL HCl
agar tercapai titik ekivalen. Grafik asam kuat dengan basa kuat adalah
Titrasi
yang kedua adalah titrasi basa lemah dengan asam kuat. Larutan yang digunakan
adalah NH3 dan HCl. Persamaan reaksi yang terjadi adalah
HCl (aq) + NH3 (aq) à
NH4Cl (aq)
Konduktansi
larutan NH3 perlahan-lahan naik setelah ditambahkan HCl mulai dari
konduktansi awal sebesar 178 µs hingga 488 µs pada saat penambahan HCl hingga
6,5 mL. Grafik konduktansi terhadap volume HCl yang ditambahkan adalah sebagai
berikut
Jika
dibandingkan dengan literatur, konduktansinya akan naik secara perlahan kemudian
akan konstan.
Cabang
pertama dari grafik mencerminkan hilangnya ion-ion hidrogen selama penetralan,
tetapi setelah titik akhir dicapai, grafik menjadi horisontal karena larutan
air ammonia yang berlebih tidak terionisasi dengan cukup. Ketidaksesuaian
grafik dengan literatur dikarenakan titik akhir belum tercapai akibatnya tidak
terbentuk garis horisontal. Titrasi yang dilakukan hanya penambahan 6,5 mL HCl.
Titrasi
yang ketiga adalah asam lemah dengan basa lemah. Larutan yang digunakan adalah
CH3COOH dan NH3. Reaksi yang terjadi adalah
CH3COOH (aq) + NH3 (aq) à
CH3COONH4 (aq)
Konduktansi
awal dari larutan adalah 147 µs kemudian setelah penambahan NH3
perlahan-lahan naik hingga mencapai 251 µs. Grafik literatur menunjukkan bahwa
setelah titik ekivalen tercapai, larutan air-amoniak yang berlebih hanya
mempunyai sedikit efek atas konduktansi karena disosiasinya ditekan oleh garam
ammonium yang berbeda dalam larutan.
Grafik
literatur menunjukkankan bahwa grafik menurun sedikit karena di akibatkan
kurangnya H+, kemudian terjadi kenaikan hal ini diakibatkan karena
bertambahnya NH4+. Grafik dari percobaan yang dilakukan adalah
Jika
dibandingkan maka grafik kurang sesuai, hal ini dikarenakan konsentrasi dari
larutan yang jauh berbeda sehingga dibutuhkan semakin banyak NH3
untuk menetralkan CH3COOH. Kesalahan-kesalahan praktikan juga dapat
mempengaruhi hasil. Ketidakbersihan peralatan yang digunakan maupun
ketidaktepatan dalam penggunaan konduktometer dapat menyebabkan hasil yang
menyimpang.
BAB 5. PENUTUP
5.1
Kesimpulan
-
Analisis kuantitatif larutan dapat
dilakukan dengan titrasi potensiometri dengan cara pengukuran konduktansi suatu
larutan terhadap penambahan titran.
-
Konsentrasi larutan dalam praktikum kali
ini belum dapat ditentukan karena belum mencapai titik ekivalen titrasi.
5.2
Saran
-
Sebaiknya pengalibrasian konduktometer
harus tepat agar konduktansi yang ditunjukkan sesuai.
-
Sebaiknya pengenceran dilakukan dengan
teliti.
-
Sebaiknya larutan NaOH yang digunakan
dikalibrasi terlebih dahulu karena sifatnya yang higroskopis.